Rabu, 19 Agustus 2015

Burung Garuda Indonesia



Elang Jawa (Spizaetus bartelsi)

Elang Jawa (latin "Spizaetus bartelsi" sekarang "Nisaetus bartelsi") merupakan salah satu jenis burung pemangsa yang unik dan hanya terdapat di Pulau Jawa (endemik jawa). Ciri khasnya kepala berwarna coklat kemerahan, memiliki mata yang ganas dan jambul yang indah serta paruh yang kokoh dan tajam untuk mencabik mangsanya. Satwa ini mempunyai kemiripan dengan burung Garuda pada lambang negara kita, maka pada tahun 1993 burung ini ditetapkan sebagai lambang satwa langka Indonesia.

Benarkah burung Garuda itu Elang Jawa?

"Sinar matamu tajam namun ragu
Kokoh sayapmu semua tahu
Tegap tubuhmu takkan tergoyahkan
Kuat jarimu kala mencengkram
Bermacam suku yang berbeda
Bersatu dalam cengkeramanmu.."
(Iwan Fals, Bangunlah Putra Putri Ibu Pertiwi)

YA BENAR, burung Garuda yang menjadi lambang negara Indonesia diperkenalkan pertama kali oleh Presiden Soekarno di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950 dengan nama Garuda Pancasila.

Penciptaan burung Garuda sebagai lambang negara kita didasarkan juga pada pengenalan para pejuang kemerdekaan terhadap Elang Jawa yang pada saat itu masih sering dijumpai karena populasinya masih banyak. Sultan Hamid II adalah orang yang menamai Burung Garuda, beliau yang mempunyai sejarah panjang dalam  perjuangan kemerdekaan RI.

Yang dapat menjadi salah satu ciri kesamaan dengan burung Garuda yaitu jambul dari Elang Jawa. Mari kita kenali dan telusuri lebih dekat lagi ciri-ciri morfologi dari burung Elang Jawa yang menjadi lambang negara kita.

Indentifikasi

Anak Elang Jawa berbulu kapas ketika baru menetas hingga berumur sekitar dua minggu, kemudian akan tumbuh bulu jarum yang akan berkembang menjadi bulu burung periode pertumbuhan dengan mendekati sempurna dan berwarna gelap. dalam periode ini jambul mulai tumbuh dan matanya berwarna hitam namun belum bisa terbang.

Memasuki usia remaja, jambul pada Elang muda sudah mulai tumbuh. Warna bulunya coklat serta berwarna kemerahan pada wajah, dada, dan perut. Sedangkan pada leher bagian belakang, sayap, pungung, tungging dan ekornya berwarna coklat gelap. Matanya berwarna biru, kemudian secara bertahap warnanya akan memudar menjadi kuning muda. Taji serta bulu pada kakinya sudah mulai tumbuh.

Panjang tubuh Elang dewasa berkisar antara 60 dan 70 cm dengan bobot sekitar 2,5 kg. jambulnya berwarna coklat kehitaman dengan warna putih pada ujungnya. Matanya berwarna kuning. Kepala, punggung, sayap dan ekornya coklat tua dengan ujungnya berwarna krem. Leher, dada dan perutnya berwarna coklat dengan garis-garis coklat tua atau kehitaman. Pada ekornya terdapat empat buah pita berwarna hitam, namun pada umunya hanya terlihat tiga buah pita karena pita yang terdapat pada pangkal ekor sering tersembunyi. Kakinya relatif pendek dan kokoh serta tertutup bulu. Tajinya panjang dan runcing.
Ukuran tubuh elang jantan dewasa lebih kecil dari betina dewasa. Secara keseluruhan warna bulunya mirip  dengan betina hanya garis-garis pada perutnya tidak jelas.


Ada dimana dan bagaimana kehidupan Elang Jawa?

Penyebaran Elang Jawa sangat terbatas di pulau jawa. Lebih menyukai daerah hutan hujan tropika hijau dengan ketinggian 200 hingga 2.000 m, terdapat mulai dari permukaan laut sampai ketinggian 3.000 m. Jenis hutan yang dihuninya meliputi hutan primer, sekunder dan bahkan hutan produksi. Hutan produksi yang disukai adalah hutan pinus.

Pohon sarang yang dipilih Elang Jawa biasanya terletak di lereng bukit dan merupakan pohon yang tertinggi disekitar daerah tersebut. Sarangnya berbentuk seperti mangkuk dan dibuat pada dahan dengan bahan ranting, akar tanaman anggrek serta dedaunan dengan ketinggian 30 m atau lebih dari permukaan tanah.
Jenis pohon yang digunakan untuk bersarang adalah pohon Rasamala,  selain itu juga tercatat pohon Pasang, Pinus dan Puspa.

Dalam mencari makanan di alam, Elang Jawa adalah pemangsa hewan vertebrata. Berbagai jenis mamalia berukuran kecil hingga sedang seperti kelelawar, bajing, tupai dan tikus, juga burung serta reptilia tercatat sebagai mangsanya. Ukuran mangsa yang terbesar adalah anak monyet. Tetapi mangsa yang paling disukai adalah bajing dan tupai.

Siklus hidup Elang Jawa

Elang Jawa bertelur hanya satu butir dan tercatat masa bertelur mulai bulan Januari hingga Juni. Telurnya berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 60x42 mm. cangkangnya berwarna putih kusam berbintik coklat tanah. Telur ini akan dierami induk betina selama 47 hari. Sarangnya dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 m di atas tanah.

Setelah telur menetas anak elang akan tetap berada di dalam sarang, dan selama itu pula kedua induk bekerjasama merawat anak mereka. Perawatan yang dilakukan meliputi menyuapi dan menjaga anak yang dilakukan secara bergiliran, sedangkan untuk mengerami atau menghangatkan anak hanya dilakukan oleh induk betina. Untuk memberi makan anaknya induk jantan rajin membawa mangsa ke sarang setiap pagi sedangkan induk betina melakukannya pada siang atau sore hari.

Mulai dua minggu bulu anak akan berangsur-angsur berganti menjadi bulu jarum yang selanjutnya tumbuh menjadi bulu sempurna yang berwarnya kecoklatan. Selama pertumbuhan bulunya belum lengkap, anaknya akan tetap tinggal di dalam sarang.
Pada umur sekitar 10 minggu anak sudah memiliki bulu yang lengkap dan mempunyai kemampuan untuk terbang dalam jarak pendek.

Pada masa awal meninggalkan sarang, kemampuan anak untuk terbang masih terbatas. Anak masih sering kembali ke sarang dan induknya masih secara bergiliran menjaga dan melatih terbang. Dalam masa ini anak belum mampu berburu sendiri sehingga induk masih memberi makan anaknya dengan cara meletakkan mangsa di sarang.

Secara bertahap kemampuan terbang dan berburu akan meningkat. Setelah kemampuan tersebut dimiliki, elang muda akan memisahkan diri dari induknya. Kemudian ia akan bergabung dengan elang muda lainnya untuk mendapatkan pasangan.
Pada Elang Jawa, dewasa kelamin akan dicapai sewaktu berumur sekitar empat tahun sedangkan dewasa tubuh diduga terjadi pada umur enam tahun. Elang jawa betina diduga mulai kawin sesudah mencapai dewasa tubuh sedangkan yang jantan sudah bisa kawin setelah mencapai dewasa kelamin.

Perilaku yang menarik dari Elang Jawa

Perilaku berburu, perilaku mempertahankan wilayah tempat mereka berkembang biak, dan perilaku kawin merupakan perilaku yang menarik untuk diminati.
Elang Jawa melakukan aktivitas berburu dengan menggunakan dua macam teknik. 

Teknik yang pertama:
Dengan cara bertengger pada dahan di daerah perburuan sambil mengamati gerakan-gerakan yang dicurigai sebagai gerakan mangsanya. Apabila mangsa sudah diketahui posisinya maka akan diincar lalu segera disambar dengan kedua cakarnya. 

Teknik yang kedua:
Dengan cara terbang rendah di atas tajuk pohon kemudian berputar-putar sambil mencari gerakan mangsa. Apabila mangsa sudah terlihat maka segera meluncur dan menyambar mangsa yang berada di dahan atau lantai hutan.
Pada musim bersarang, Elang Jawa biasanya agresif. Mereka mempunyai perilaku mempertahankan teritori disekitar sarangnya. Setiap individu lain baik elang yang sejenis maupun berbeda jenis yang diduga akan membahayakan sarangnya akan diusir oleh pasangan pemilik sarang.

Perilaku kawin mulai terlihat pada masa awal pembuatan sarang. Pasangan Elang Jawa biasanya memulai dengan terbang bersama selama beberapa menit kemudian mereka hinggap pada suatu dahan di pohon sarang atau pada pohon lain yang dekat dengan pohon sarang. Selanjutnya betina akan merundukkan tubuhnya hingga pada posisi hampir mendatar dengan sayap terbuka dan sambil dikepakkan.  Kemudian si jantan akan menaiki dari belakang dengan sayap terbuka pula. Setelah kawin elang jantan akan bertengger sebentar lalu terbang.

Mengapa langkah?

Perburuan, penangkapan dan perdagangan liar semakin marak karena dengan ditetapkannya Elang Jawa menjadi burung nasional oleh pemerintah maka dapat meningkatkan keinginan seseorang untuk memilikinya sebagai lambung status sosial pemiliknya.

Juga penyempitan kawasan hutan yang menjadi habitatnya terjadi disebabkan oleh laju pembangunan infrastruktur dan pemukiman yang pesat seta peningkatan kebutuhan lahan pertanian. Hal tersebut berpotensi menurunkan populasi Elang Jawa karena Elang Jawa memerlukan hutan yang lebat dan luas untuk berbiak dan berburu mangsanya yang sebagian besar adalah mamalia kecil yang hidup di pohon

Faktor pembatas yang menyebabkan Elang Jawa menjadi langka adalah sifat biologisnya, Elang Jawa hanya bertelur satu butir setiap dua tahun sekali. Hal ini disebabkan masa pengeraman, perawatan anak di sarang dan ketergantungan burung muda terhadap induknya sangat panjang.

Fungsi Elang Jawa dalam ekosistem

Sebagai pemangsa puncak dalam rantai makanan (Top Predator), Elang Jawa dapat berperan untuk mengatur jumlah binatang lain yang menjadi mangsanya di alam, dengan demikian di dalam ekosistem, Elang Jawa berfungsi sebagai mahkluk yang mampu mempertahankan keseimbangan alam. Hal ini sangat menguntungkan terutama karena Elang Jawa dapat mengendalikan populasi mangsanya seperti tikus yang merupakan hama pertanian.

Elang jawa juga dapat menjadi indikator kebersihan dan mutu lingkungan. Pada lingkungan yang tercemar Elang Jawa akan merupakan jenis binatang yang pertama kali tersingkir atau bahkan menghilang, karena polusi apapun akan langsung meracuni Elang Jawa dan atau menghambat proses pembiakannya.

Perlindungan hukum untuk pelestariannya

Elang Jawa termasuk salah satu burung pemangsa yang dilindungi. Status perlindungan di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 421/Kpts./Um/8/8/1970 yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 1970. Karena kangka dan terancam punah maka Elang Jawa mendapat perlindungan tambahan dalam pasal 21 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1990: dengan sanksi hukuman denda sebesar Rp.100juta dan hukuman kurungan maksimum lima tahun. Perlindungan hukum diperkuat lagi dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No.4 tahun 1993 tentang satwa dan bunga nasional pada tanggal 10 Januari 1993 yang menetapkan Elang Jawa sebagai burung nasional dan lambang spesies langka. Pada perlindungan tingkat internasional, elang Jawa termasuk dalam daftar CITES Lampiran II, yang melarang seluruh perdagangan internasional tanpa adanya ijin.

Konservasi habitat

Perlindungan hukum di atas tidaklah akan bermakna jika tidak ada upaya lain untuk melestarikan keberadaan Elang Jawa, misalnya dengan melaksanakan pelestarian habitat Elang Jawa. Keberadaan Elang Jawa erat kaitannya dengan hutan primer, tetapi pemanfaatan hutan produksi atau lokasi yang berbatasan dengan hutan primer untuk berburu dan bersarang Elang Jawa dilaporkan makin intensif, dan cenderung membahayakan keberadaan habitat Elang Jawa itu sendiri. Bagi populasi Elang Jawa yang menghuni hutan primer diharapkan tidak mengalami gangguan yang berarti karena hampir seluruh hutan primer di Jawa termasuk kawasan dilindungi. Akan tetapi populasi Elang Jawa yang menghuni hutan produksi memperoleh upaya perlindungan yaitu dengan menjaga pohon sarang dan menekan perburuan.

Kesadaran

Keberhasilan mempertahankan Elang Jawa di alam yang merupakan burung kebanggan bangsa kita sangat ditentukan oleh keteribatan seluruh masyarakat. Oleh karena itu dalam melakukan upaya konservasi, kegiatan yang dilakukan oleh instansi ataupun organisasi yang terlibat harus melibatkan peran serta masyarakat.



Sumber:
Dikutip dari berbagai sumber.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar