Elang Jawa (Spizaetus
bartelsi)
Elang
Jawa (latin "Spizaetus bartelsi" sekarang "Nisaetus
bartelsi") merupakan salah satu jenis burung pemangsa
yang unik dan hanya terdapat di Pulau Jawa (endemik jawa). Ciri khasnya kepala
berwarna coklat kemerahan, memiliki mata yang ganas dan jambul yang indah
serta paruh yang kokoh dan tajam untuk mencabik mangsanya. Satwa ini mempunyai
kemiripan dengan burung Garuda pada lambang negara kita, maka pada tahun 1993
burung ini ditetapkan sebagai lambang satwa langka Indonesia.
"Sinar
matamu tajam namun ragu
Kokoh
sayapmu semua tahu
Tegap
tubuhmu takkan tergoyahkan
Kuat
jarimu kala mencengkram
Bermacam
suku yang berbeda
Bersatu
dalam cengkeramanmu.."
(Iwan
Fals, Bangunlah Putra Putri Ibu Pertiwi)
YA BENAR,
burung Garuda yang menjadi lambang negara Indonesia diperkenalkan pertama kali
oleh Presiden Soekarno di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950 dengan
nama Garuda Pancasila.
Penciptaan
burung Garuda sebagai lambang negara kita didasarkan juga pada pengenalan para
pejuang kemerdekaan terhadap Elang Jawa yang pada saat itu masih sering
dijumpai karena populasinya masih banyak. Sultan Hamid II adalah orang
yang menamai Burung Garuda, beliau yang mempunyai sejarah panjang dalam
perjuangan kemerdekaan RI.
Yang
dapat menjadi salah satu ciri kesamaan dengan burung Garuda yaitu jambul dari
Elang Jawa. Mari kita kenali dan telusuri lebih dekat lagi ciri-ciri morfologi
dari burung Elang Jawa yang menjadi lambang negara kita.
Indentifikasi
Anak
Elang Jawa berbulu kapas ketika baru menetas hingga berumur sekitar dua minggu,
kemudian akan tumbuh bulu jarum yang akan berkembang menjadi bulu burung
periode pertumbuhan dengan mendekati sempurna dan berwarna gelap. dalam periode
ini jambul mulai tumbuh dan matanya berwarna hitam namun belum bisa terbang.
Memasuki
usia remaja, jambul pada Elang muda sudah mulai tumbuh. Warna bulunya
coklat serta berwarna kemerahan pada wajah, dada, dan perut. Sedangkan pada
leher bagian belakang, sayap, pungung, tungging dan ekornya berwarna coklat
gelap. Matanya berwarna biru, kemudian secara bertahap warnanya akan memudar
menjadi kuning muda. Taji serta bulu pada kakinya sudah mulai tumbuh.
Panjang
tubuh Elang dewasa berkisar antara 60 dan 70 cm dengan bobot sekitar
2,5 kg. jambulnya berwarna coklat kehitaman dengan warna putih pada ujungnya.
Matanya berwarna kuning. Kepala, punggung, sayap dan ekornya coklat tua dengan
ujungnya berwarna krem. Leher, dada dan perutnya berwarna coklat dengan
garis-garis coklat tua atau kehitaman. Pada ekornya terdapat empat buah pita
berwarna hitam, namun pada umunya hanya terlihat tiga buah pita karena pita
yang terdapat pada pangkal ekor sering tersembunyi. Kakinya relatif pendek dan
kokoh serta tertutup bulu. Tajinya panjang dan runcing.
Ukuran
tubuh elang jantan dewasa lebih kecil dari betina dewasa. Secara keseluruhan warna
bulunya mirip dengan betina hanya garis-garis pada perutnya tidak jelas.
Ada
dimana dan bagaimana kehidupan Elang Jawa?
Penyebaran
Elang Jawa sangat terbatas di pulau jawa. Lebih menyukai daerah hutan hujan
tropika hijau dengan ketinggian 200 hingga 2.000 m, terdapat mulai dari
permukaan laut sampai ketinggian 3.000 m. Jenis hutan yang dihuninya
meliputi hutan primer, sekunder dan bahkan hutan produksi. Hutan produksi yang
disukai adalah hutan pinus.
Pohon
sarang yang dipilih Elang Jawa biasanya terletak di lereng bukit dan merupakan
pohon yang tertinggi disekitar daerah tersebut. Sarangnya berbentuk seperti
mangkuk dan dibuat pada dahan dengan bahan ranting, akar tanaman anggrek serta
dedaunan dengan ketinggian 30 m atau lebih dari permukaan tanah.
Jenis
pohon yang digunakan untuk bersarang adalah pohon Rasamala, selain itu
juga tercatat pohon Pasang, Pinus dan Puspa.
Dalam
mencari makanan di alam, Elang Jawa adalah pemangsa hewan
vertebrata. Berbagai jenis mamalia berukuran kecil hingga sedang seperti
kelelawar, bajing, tupai dan tikus, juga burung serta reptilia tercatat sebagai
mangsanya. Ukuran mangsa yang terbesar adalah anak monyet. Tetapi mangsa yang
paling disukai adalah bajing dan tupai.
Siklus
hidup Elang Jawa
Elang
Jawa bertelur hanya satu butir dan tercatat masa bertelur mulai bulan Januari
hingga Juni. Telurnya berbentuk lonjong dan berukuran sekitar 60x42 mm.
cangkangnya berwarna putih kusam berbintik coklat tanah. Telur ini akan dierami
induk betina selama 47 hari. Sarangnya dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 m
di atas tanah.
Setelah
telur menetas anak elang akan tetap berada di dalam sarang, dan selama itu pula
kedua induk bekerjasama merawat anak mereka. Perawatan yang dilakukan meliputi
menyuapi dan menjaga anak yang dilakukan secara bergiliran, sedangkan untuk
mengerami atau menghangatkan anak hanya dilakukan oleh induk betina. Untuk
memberi makan anaknya induk jantan rajin membawa mangsa ke sarang setiap pagi
sedangkan induk betina melakukannya pada siang atau sore hari.
Mulai dua
minggu bulu anak akan berangsur-angsur berganti menjadi bulu jarum yang
selanjutnya tumbuh menjadi bulu sempurna yang berwarnya kecoklatan. Selama
pertumbuhan bulunya belum lengkap, anaknya akan tetap tinggal di dalam sarang.
Pada umur
sekitar 10 minggu anak sudah memiliki bulu yang lengkap dan mempunyai kemampuan
untuk terbang dalam jarak pendek.
Pada masa
awal meninggalkan sarang, kemampuan anak untuk terbang masih terbatas. Anak
masih sering kembali ke sarang dan induknya masih secara bergiliran menjaga dan
melatih terbang. Dalam masa ini anak belum mampu berburu sendiri sehingga induk
masih memberi makan anaknya dengan cara meletakkan mangsa di sarang.
Secara
bertahap kemampuan terbang dan berburu akan meningkat. Setelah kemampuan
tersebut dimiliki, elang muda akan memisahkan diri dari induknya. Kemudian ia
akan bergabung dengan elang muda lainnya untuk mendapatkan pasangan.
Pada
Elang Jawa, dewasa kelamin akan dicapai sewaktu berumur sekitar empat tahun
sedangkan dewasa tubuh diduga terjadi pada umur enam tahun. Elang jawa betina
diduga mulai kawin sesudah mencapai dewasa tubuh sedangkan yang jantan sudah
bisa kawin setelah mencapai dewasa kelamin.
Perilaku yang
menarik dari Elang Jawa
Perilaku
berburu, perilaku mempertahankan wilayah tempat mereka berkembang biak, dan
perilaku kawin merupakan perilaku yang menarik untuk diminati.
Elang
Jawa melakukan aktivitas berburu dengan menggunakan dua macam teknik.
Teknik
yang pertama:
Dengan
cara bertengger pada dahan di daerah perburuan sambil mengamati gerakan-gerakan
yang dicurigai sebagai gerakan mangsanya. Apabila mangsa sudah diketahui
posisinya maka akan diincar lalu segera disambar dengan kedua cakarnya.
Teknik
yang kedua:
Dengan
cara terbang rendah di atas tajuk pohon kemudian berputar-putar sambil mencari
gerakan mangsa. Apabila mangsa sudah terlihat maka segera meluncur dan
menyambar mangsa yang berada di dahan atau lantai hutan.
Pada
musim bersarang, Elang Jawa biasanya agresif. Mereka mempunyai perilaku
mempertahankan teritori disekitar sarangnya. Setiap individu lain baik elang
yang sejenis maupun berbeda jenis yang diduga akan membahayakan sarangnya akan
diusir oleh pasangan pemilik sarang.
Perilaku kawin
mulai terlihat pada masa awal pembuatan sarang. Pasangan Elang Jawa biasanya
memulai dengan terbang bersama selama beberapa menit kemudian mereka hinggap
pada suatu dahan di pohon sarang atau pada pohon lain yang dekat dengan pohon
sarang. Selanjutnya betina akan merundukkan tubuhnya hingga pada posisi hampir
mendatar dengan sayap terbuka dan sambil dikepakkan. Kemudian si jantan
akan menaiki dari belakang dengan sayap terbuka pula. Setelah kawin elang
jantan akan bertengger sebentar lalu terbang.
Mengapa
langkah?
Perburuan,
penangkapan dan perdagangan liar semakin marak karena dengan ditetapkannya
Elang Jawa menjadi burung nasional oleh pemerintah maka dapat meningkatkan
keinginan seseorang untuk memilikinya sebagai lambung status sosial pemiliknya.
Juga
penyempitan kawasan hutan yang menjadi habitatnya terjadi disebabkan oleh laju
pembangunan infrastruktur dan pemukiman yang pesat seta peningkatan kebutuhan
lahan pertanian. Hal tersebut berpotensi menurunkan populasi Elang Jawa karena
Elang Jawa memerlukan hutan yang lebat dan luas untuk berbiak dan berburu
mangsanya yang sebagian besar adalah mamalia kecil yang hidup di pohon
Faktor
pembatas yang menyebabkan Elang Jawa menjadi langka adalah sifat biologisnya,
Elang Jawa hanya bertelur satu butir setiap dua tahun sekali. Hal ini
disebabkan masa pengeraman, perawatan anak di sarang dan ketergantungan burung
muda terhadap induknya sangat panjang.
Fungsi
Elang Jawa dalam ekosistem
Sebagai
pemangsa puncak dalam rantai makanan (Top Predator), Elang Jawa dapat berperan
untuk mengatur jumlah binatang lain yang menjadi mangsanya di alam, dengan
demikian di dalam ekosistem, Elang Jawa berfungsi sebagai mahkluk yang mampu
mempertahankan keseimbangan alam. Hal ini sangat menguntungkan terutama karena
Elang Jawa dapat mengendalikan populasi mangsanya seperti tikus yang merupakan
hama pertanian.
Elang
jawa juga dapat menjadi indikator kebersihan dan mutu lingkungan. Pada
lingkungan yang tercemar Elang Jawa akan merupakan jenis binatang yang pertama
kali tersingkir atau bahkan menghilang, karena polusi apapun akan langsung
meracuni Elang Jawa dan atau menghambat proses pembiakannya.
Perlindungan
hukum untuk pelestariannya
Elang
Jawa termasuk salah satu burung pemangsa yang dilindungi. Status perlindungan
di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Nomor
421/Kpts./Um/8/8/1970 yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 1970.
Karena kangka dan terancam punah maka Elang Jawa mendapat perlindungan tambahan
dalam pasal 21 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia No.5 Tahun
1990: dengan sanksi hukuman denda sebesar Rp.100juta dan hukuman
kurungan maksimum lima tahun. Perlindungan hukum diperkuat lagi dengan
diterbitkannya Keputusan Presiden No.4 tahun 1993 tentang
satwa dan bunga nasional pada tanggal 10 Januari 1993 yang menetapkan Elang
Jawa sebagai burung nasional dan lambang spesies langka. Pada perlindungan
tingkat internasional, elang Jawa termasuk dalam daftar CITES Lampiran II, yang
melarang seluruh perdagangan internasional tanpa adanya ijin.
Konservasi
habitat
Perlindungan
hukum di atas tidaklah akan bermakna jika tidak ada upaya lain untuk
melestarikan keberadaan Elang Jawa, misalnya dengan melaksanakan pelestarian
habitat Elang Jawa. Keberadaan Elang Jawa erat kaitannya dengan hutan primer,
tetapi pemanfaatan hutan produksi atau lokasi yang berbatasan dengan hutan
primer untuk berburu dan bersarang Elang Jawa dilaporkan makin intensif, dan
cenderung membahayakan keberadaan habitat Elang Jawa itu sendiri. Bagi populasi
Elang Jawa yang menghuni hutan primer diharapkan tidak mengalami gangguan yang
berarti karena hampir seluruh hutan primer di Jawa termasuk kawasan dilindungi.
Akan tetapi populasi Elang Jawa yang menghuni hutan produksi memperoleh upaya
perlindungan yaitu dengan menjaga pohon sarang dan menekan perburuan.
Kesadaran
Keberhasilan
mempertahankan Elang Jawa di alam yang merupakan burung kebanggan bangsa kita
sangat ditentukan oleh keteribatan seluruh masyarakat. Oleh karena itu dalam
melakukan upaya konservasi, kegiatan yang dilakukan oleh instansi ataupun
organisasi yang terlibat harus melibatkan peran serta masyarakat.
Sumber:
Dikutip dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar